Kamis, 01 Januari 2015

MORALITAS KORUPTOR


Mengapa korupsi bisa terjadi?
Korupsi adalah perbuatan/ tindakan, dimulai dengan adanya niat, kemudian berusaha mencari-cari kesempatan atau sebaliknya dimulai dengan adanya kesempatan dan kesempatan tersebut menimbulkan niat. Dengan adanya niat dan tersedianya kesempatan maka tahapan selanjutnya adalah berpikir seberapa besar resikonya melakukan perbuatan tersebut. Jika merasa mampu menerima resiko maka terjadilah perbuatan korupsi tetapi jika dirasa resikonya besar maka akan menunda bahkan menghindari perbuatan tersebut. Korupsi akan memberikan sejumlah uang dalam waktu yang singkat, nilainya besar bahkan bisa melebihi jumlah gaji selama puluhan tahun bahkan bisa melebihi jumlah gaji selama ratusan tahun.
Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi
1. Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik, bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
2.  Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6.  Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap
8. Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno  bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam  memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain. (indopos.co.id, 27 Sept 2005)

Mengapa korupsi sulit diberantas?
Faktor penyebab korupsi sulit diberantas di Indonesia adalah struktur dari pemerintahan itu sendiri. Jika kita melihat secara internal dari struktur pemerintahan pasti ada kubu-kubu yang akan melakukan koalisi satu-sama lain yang akan menyongsong terjadinya kegiatan korupsi. Hukum di Indonesia yang belum tegas dalam menangani dan mengantisipasi korupsi. Jika kita melihat beberapa kasus di Indonesia mengenai korupsi yang dilakukan olej pejabat-pejabat pemerintahan. Hukuman yang mereka terima tidak setimpal dengan apa yang akan mereka peroleh setelah melakukan korupsi. Dan faktor psikologis dari koruptor itu sendiri. Jika kita memahami kodrat manusia sebagai mahkluk yang serakah dan tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya bahkan setelah menjadi seseorang yang telah mencapai goalnya. Maka dia akan mencari goal yang baru. Hal ini memang baik karena akan memotivasi seseorang, namun terlalu tidak berpuas diri tidak baik karena akan muncul sifat serakah. Dimana manusia itu akan melakukan hal apa pun untuk memperoleh apa yang diinginkannya walau pun mereka tahu itu akan merugikan pihak lain.

Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis ?
Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk (barang / jasa). Selain itu, pengaruh korupsi juga terlihat dari kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing – masing karyawan dalam persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan karena perusahaan – perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akan menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini dipertahankan, bagi sebagian perusahaan yang jujur dan masyarakat akan dirugikan, maka cepat atau lambat akan semakin memperburuk perekonomian di Indonesia serta dapat membentuk kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan harta dan mementingkan diri sendiri.

Pihak yang  bertanggung jawab
            Memberantas korupsi bukan merupakan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semata, tapi merupakan tanggung jawab seluruh elemen bangsa itu sendiri. Peran kita sebagai harapan bangsa selain memberantas korupsi yang ada dalam diri sendiri juga berkewajiban memberantas korupsi yang sudah menjadi mata pencaharian para kelompok-kelompok orang tertentu. Membangun kesadaran mengenai upaya pemberantasan korupsi juga harus dilakukan sejak dini. Penanaman nilai harus dilakukan kepada generasi muda yang notabene merupakan calon penerus jalannya republik ditahun-tahun mendatang.

Sumber:
Maheka, Arya. Mengenali dan Memberantas Korupsi.  Komisi Pemberantasan Korupsi republic Indonesia. Jakarta.

IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA


IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
NAMA           : KIKY
NPM              : 14211002
KELAS          : 4EA17
TUGAS KE   : 3 SOFTSKILL (ETIKA BISNIS)

ABSTRAK
KIKY, 14211002
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Jurnal. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas  Gunadarma, 2014
Kata Kunci : IKLAN, ETIKA, ESTETIKA
 ( 16 halaman )

Promosi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya yaitu dengan iklan. Sebuah perusahaan untuk mempromosikan produknya, iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan kelebihan dari produknya saja. Tujuan penulisan ini adalah  untuk mengetahui bagaimana seharusnya seorang produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari berbagai sisi seperti dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen
Dalam penulisan ini metode yang penul gunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan sumber datas sekunder  melalui library research yaitu pengumpulan data yang penuli dapatkan dari buku dan internet. Kesimpulan dalam penulisan ini adalah masih ada beberapa produsen ya ng mengunakan etika dalam melakukan promosi dan ada juga yang kurang beretika.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, baik yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan.
Sebagai kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsen untuk menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementara konsumen dengan sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup dalam sebuah masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sebuah masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa yang yerus meningkat.
Konsumen adalah orang yang mempergunakan barang atau jasayang tersedia dalam masyarakat, baik untuk dipergunakan sendiri, keluarga, maupun orang lain. Keberadaan konsumen sangat penting untuk keberhasilan suatu perusahaan yang bergerak dibidang barang maupun jasa. Dari tangan konsumenlah pundi-pundi uang buah usaha atas barang atau jasa yang dijual. Oleh karena itu produsen harus mengetahui dan memahami hak-hak konsumen.
 Suatu perusahaan adalah pelaku dalam sebuah bisnis, bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika dan menjunjung segala norma-norma baik norma hokum maupun norma yang berlaku dimasyarakat luas.
Tujuan utama perusahaan dalam berbisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan, salah satu cara untuk dapat mencapai tujuannya adallah dengan cara mempromosikan atau memperkenalkan produk atau jasa yang dijual kepada masyarakat, agar produknya dikenal dan bias dlaku dipasaran,
Cara-cara mempromosikan produk tersebut dapat dilakukan melalui personal selling, public relation, telemarketing, serta iklan diberbagai media.
Tanpa disadari setiap harinya kita telah disodori berbagai iklan baik di televise,  media cetak, kita dipaksa untuk mengenal produk tanpa disadari, bahkan terkadang ada perusahaan yang tidak memperhatikan konsep iklannya sehingga terkadang mengabaikan etika dan estetika.
Oleh karena itu iklan sangatlah penting dalam dunia bisnis untuk meraih target pasar dan positioning yaitu memposisikan produk dimata pelanggan, namun dalam mengeluarkan iklah perlu diperhatikan juga kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen tidak boleh dibakaikan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin membahas lebih lanjut tentang “Iklan Dalam Etika Dan Estetika “

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1.      Apakah promosi yang dilakukan produsen kepada masyarakat telah memperhatikan kepentingan perusahaan?
2.      Apakah promosi yang dilakukan produsen kepada masyarakat telah memperhatikan Hak-hak Konsumen ?

1.3 Batasan Masalah
Dalam penyusunan penulisan ini penulis membatasi hanya pada iklan dalam eika dan estetika.




1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui iklan dalam etika dan estetika tentang bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang dan jasa kepada konsumen dari sisi kepentingan perusahaan
2.      Untuk mengetahui iklan dalam etika dan estetika tentang bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang dan jasa kepada konsumen dari sisi hak-hak konsumen


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Etika
Etika adalah Ilmu tentang apa yang  baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral  (KBBI).
Etika Secara Umum :
Jujur artinya tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan, Tidak memicu konflik SARA, Tidak mengandung pornografi, Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku,  Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya,  Tidak plagiat

2.2  Estetika
Estetika adalah Berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis, estetis iklan juga harus mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan itu mach, dan tidak membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan kemudian melakukan action membeli dan menggunakan produk tersebut.
Etis adalah berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk ditayangkan? secara etika memang iklan harus ah memuat sesuatu yang jujur tapi bukan berarti lalai dengan ke-etis-an iklan tersebut.
Estetis adalah berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut harus ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada waktu-waktu dimana anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena iklan itu hanya ditujukan untuk orang dewasa.
Menurut Thomas M. Garrey, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea – idea, institusi – institusi atau pribadi – pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.

2.3  Iklan
Iklan merupakan sebuah proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sebuah produk yang ditawarkan.
Kata Iklan sendiri berasal dari bahasa Yunani, yang artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian secara komprehensif atau luas adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu. (Durianto, dkk, 2003).
Menurut pakar periklanan dari Amerika, S. William Pattis (1993) iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi dan mempromosikan produk dan jasa kepada seseorang atau pembeli yang potensial. Tujuannya adalah mempengaruhi calon konsumen untuk berfikir dan bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan.
Menurut Roman, Maas & Nisenholtz. 2005, Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu.
Menurut Britt, iklan sejak semula tidak bertujuan memperbudak manusia untuk tergantung pada setuap barang dan jasa yang ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diri serta uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk membeli, menunda atau menolak sama sekali barang dan jasa yang ditawarkan.

2.4  Perkembangan Periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel / penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.

2.5  Keuntungan dan Kerugian Iklan
Mengikuti dokumen yang dikeluarkan oleh komisi kepausan bidang komunikasi sosial mengenai etika dalam iklan, paling kurang  ada empat keuntungan dan ketugian yang bisa diperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi, politik,kultural dan agama, serta moral. Keempat hal tersebut akan dideskripsikan berikut :
Bidang ekonomi
Dalam kerangka tindakan ekonomi secara luas, iklan merupakan sebuah jaringan kerja yang amat kompleks karena melibatkan produsen (pemasang iklan), pembuat iklan (advertiser), agen-agen, media iklan, para peneliti pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan maupun kerugian-kerugian di bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung terhadap para pelaku ekonomi itu.
Iklan ternyata memampukan perusahaan-perusahaan untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif produk-produknya. Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau direalisir. Sementara bagi masyarakat konsumen, iklan bisa menyediakan informasi mengenai bagaimana dan di mana kebutuhan-kebutuhan akan badang dan jasa bisa terpenuhi secara lebih mudah dan efisien.
Maka sebagaimana juga disinyalir oleh A. Sonny Keraf tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan bahwa iklan menampilkan citra bisnis sebagai “kegiatan menipu dan memperdaya konsumen untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.” Dan sebagaimana juga dikritik oleh Sri Paus Yohanes Paulus II, iklan lebih serinbg ditampilkan sebagai media pembentuk masyarkat konsumenristis yang preokupasi utamanya adalah menumpuk barang dan jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya memanfaatkan barang dan jasa yng sungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir eksistensi dirinya (to be). Di sini kemudian digarisbawahi bahwa iklan memang bisa meningkatkan standar hidup konsumen.

2.6 . Beberapa Prinsip Moral yang Perlu Dalam Iklan
Terdapat paling kurang 3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan.
Ketiga prinsip itu adalah :
      1)      Masalah kejujuran dalam iklan,
      2)      Masalah martabat manusia sebagai pribadi, dan
      3)      Tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh iklan.
Ketiga prinsip moral yang juga digaris bawahi oleh dokumen yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang komunikasi sosial untuk masalah etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan dengan pandangan Thomas M. Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip etis konsumsi (bagi konsumen). Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan “perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.

   «  Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.

   «  Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Yang banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat, dll.

   «  Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa   pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin berkembang. Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar masyarakat.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan metode searching di Internet, yaitu dengan membaca referensi – referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam tugas ini.
Penulis juga memperoleh data dari pengetahuan yang penulis ketahui. Selain itu penulis juga mencari data melalui media elektronik seperti menonton acara berita yang secara tidak sengaja membahas tentang iklan dalam etika dan estetika.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Iklan kaitannya dengan kepentingan perusahaan
Memberikan informasi
Iklan di gunakan oleh produsen atau perusahaan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai produk perusahaan. Informasi – informasi tersebut dapat berupa menjelaskan mengenai kegunaan, kemampuan, cara kerja, keunggulan, kualitas, serta harga produk. Informasi mengenai produk sangat di perlukan apalagi terhadap suatu produk yang baru di pasarkan. Hal ini di lakukan agar konsumen mengetahui bahwa ada produk baru. Tentunya hal tersebut juga dapat membantu bagi produsen atau perusahaan dalam membangun citra produk.
Membujuk
Bentuk periklanan ini bersifat membujuk masyarakat untuk melakukan pembelian terhadap produk atau merek perusahaan dan kemudian melakukan pembelian ulang. Tujuannya adalah menciptakan permintaan terhadap produk atau merek tersebut. Hal ini tentu penting bagi produk pada masa persaingan. Dengan berusaha untuk meyakinkan akan keunggulan produk atau merek perusahaan terhadap produk pesaing dan di harapkan dapat mengubah persepsi masyarakat terhadap produk atau merek perusahaan sehingga dapat membujuk masyarakat untuk segera melakukan pembelian serta membujuk konsumen pesaing untuk berpindah ke merek perusahaan.
Mengingatkan
Yaitu iklan yang bertujuan mengingatkan kembali kepada masyarakat terhadap produk atau merek perusahaan. Ketika masyarakat membutuhkan produk atau merek tertentu, maka mereka akan mengingat produk atau merek perusahaan untuk memenuhi kebutuhannya sekarang dan di masa yang akan datang. Periklanan ini sangat bermanfaat bagi produk yang berada pada tahap kedewasaan. Selain itu, bentuk periklanan ini juga berusaha untuk memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa pilihannya tepat.
Memberikan Nilai Tambah
Dengan iklan yang efektif dapat memberikan nilai tambah terhadap produk atau merek tertentu sehingga produk atau merek tersebut dapat dipersepsikan lebih mewah, lebih modern, lebih fleksible, lebih bergaya dan lebih bergengsi. Sehingga secara keseluruhannya produk tersebut dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen jika di bandingkan dengan produk pesaing.
Mendukung Usaha Promosi Lainnya.
Iklan juga dapat di gunakan untuk membantu meningkatkan komunikasi produk dalam bentuk sales promotion serta membantu pemasaran produk dalam bentuk komunikasi promosi yang lainnya.
Dari penjabaran mengenai fungsi dan manfaat iklan secara umum dapat di ketahui bahwa iklan memiliki peranan yang sangat penting bagi suatu perusahaan dalam memasarkan produk barunnya agar dapat di kenal oleh masyarakat. Dengan menggunakan media iklan, memberikan informasi kepada masyarakat dapat lebih efektif dan dengan biaya yang relative murah..

4.2 Iklan kaitannya dengan hak-hak konsumen
Salah satu kemajuan besar dari kehadiran Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dalam sistem perlindungan konsumen adalah rumusan mengenai hak-hak Konsumen. Pasal 4 UUPK merumuskan 9 (sembilan) hak konsumen, yaitu: 1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; 3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; 9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, dalam setiap transaksi  Pasal 4 UUPK atau pengguaan suatu produk barang dan jasa tertentua, pihak pelaku usaha harus menjamin semua hak tersebut terpenuhi. Dari perspektif kepentingan konsumen, tahap-tahap dalam transaksi antara pelaku usaha dan konsumen, maka hak yang paling penting adalah hak atas informasi. Hak atas informasi ini penting, karena informasi yang diperoleh menjadi dasar bagi konsumen untuk mengambil keputusan untuk melanjutkan transaksi atau keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan suatu produk barang dan jasa. Dengan kata lain, hak atas informasi ini penting, karena hak ini menjadi dasar bagi pelaksanaan hak-hak yang lainnya, misalnya hak untuk memilih produk yang kemudian dilanjutkan dengan hak atas fair agreement. Tanpa perlindungan atas hak informasi, konsumen akan menghadapi kesulitan dalam menentukan hak-hak lainnya. Secara teoritis, informasi produk sebenarnya tidak saja untuk kepentingan konsumen, tetapi juga untuk kepentingan produsen sendiri, karena informasi tentang produk juga berfungsi sebagai tanda atau penbeda antara produk yang satu dengan produk yang lainnya. Artinya, produk yang dijual akan dicari konsumen karena pengetahuannya tentang produk tersebut melalui berbagai sarana informasi . Pada akhirnya, dari perspektif pelaku usaha, informasi yang disampaikan bersifat promotif, atau menjadi bagian dari strategi promosi produk. Dalam praktek hubungan antara produsen dan konsumen, iklan merupakan salah satu instrumen promosi dan sumber informasi yang paling digunakan oleh pelaku usaha.
Suka atau tidak, iklan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positif iklan adalah memberikan informasi kepada konsumen sehingga memudahkan konsumen memilih produk apa yang digunakan. Melalui informasi yang didapat dari iklan, konsumen dimudahkan untuk mengetahui keunggulan suatu produk dibandingkan dengan produk yang lain sehingga konsumen dapat mempertimbangkan dengan seksama sebelum memutuskan untuk memilih. Pengaruh negatifnya adalah iklan dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli produk yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Masyarakat yang sebenarnya tidak membutuhkan barang dan/atau jasa tertentu terkadang dengan adanya iklan terpengaruh untuk membeli dan/atau memanfaatkan jasa tersebut karena di dalam iklan digambarkan seolah-olah masyarakat membutuhkannya. Sebagai sarana komunikasi dan pemasaran, iklan memegang peranan penting, sehingga iklan haruslah jujur, bertanggungjawab, tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, dan tidak boleh menyinggung perasaan dan martabat negara, agama, susila, adat, budaya, suku, golongan, serta iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.
Iklan yang pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemesaran yang bermaksud untuk mendekatkan konsumen dengan pelaku usaha pada kenyataan sering menjadi “batu sandungan” si pelaku usaha. Hal ini disebabkan banyaknya iklan yang justru mengecewakan konsumen karena memberikan informasi yang berlebihan, menyesatkan, dan menipu. Kekecewaan konsumen akan iklan yang berlebihan, menyesatkan, dan menipu ini tercermin dengan banyaknya keluhan yang disampaikan melalui surat kabar. Kita tentu sering membaca di surat kabar misalnya di kolom Redaksi Yang Terhormat di koran Kompas, dimana konsumen mengeluh tentang suatu produk kerena ternyata produk tersebut tidak sesuai dengan iklannya. Periklanan dalam pengertian-pengertian pokok Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia ialah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan penyampaian iklan. Dengan demikian periklanan lebih kepada manajemen iklan sebagai keseluruhan proses yang merupakan salah satu bentuk komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran, dan bukan semata-mata aspek teknis.
Periklanan harus mampu membujuk khalayak agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan pemilihan dan keputusan membeli. Pengaruh iklan sebagai proses komunikasi memiliki unsur mempengaruhi khalayak penerimanya, pengaruh yang ditimbulkan itu merupakan efek yang terjadi pada diri khlayak akibat penyampain pesan komunikasi (pengusaha). Dengan demikian setiap produsen pasti mengharapkan iklannya memiliki efek tertentu pada khalayak. Efek itu menjadi tujuan komunikasi dari suatu iklan, namun bukan berarti efek yang diharapkan adalah produk yang diiklankannya tersebut akan langsung dibeli oleh khalayak, karena walaupun tugas utamanya membantu menciptakan penjualan, iklan tidak dirancang untuk menciptkan penjualan seketika. Dengan kata lain, efek iklan bersifat jangka panjang.
Pengaruh iklan terhadap khalayak, terutama konsumen sangat terasa, kebanyakan dari konsumen/khalayak menentukan pembelian suatu barang/produk atau menggunakan jasa ide tertentu akibat dari adanya pengaruh informasi dan persuasi iklan baik melalui televisi maupun media cetak seperti majalah, koran dan sebagainya.
Terkait dengan iklan yang menipu, profesionalisme dalam beriklan sangat penting. Ketidakcermatan dapat mengubah fungsinya. Kalau hal ini sengaja, maka ia menjadi kebohongan, dan dapat dikategorikan sebagai penipuan (Fraudulent Misrepresentation). Setidaknya ada dua kategori untuk misrepresentation. Misalnya menyebutkan adanya sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau sebaliknya, adanya zat tertentu dalam produk, tetapi tidak disebutkan. Kedua, adalah pernyataan yang menyesatkan (mislead). Istilah lain yang juga digunakan adalah deceptive (memperdayakan).
Kecuali dua kategori itu ditemukan istilah-istilah, yakni berupa puffery, mock-ups, deceptive. Puffery adalah iklan yang menyatakan suatu produksi secara berlebihan dengan menggunakan opini subjektif. Contohnya iklan yang menggunakan kata-kata : nomor satu; terbaik; lebih unggul; pasti cocok; tiada tandingan dan ungkapan lain tanpa memberikan suatu fakta tertentu. Mock-ups, yakni cara mengiklankan sesuatu produksi dengan menggunakan tiruan. Secara konseptual, penipuan (deceptive) terjadi bila suatu iklan yang disampaikan pada proses persepsi khalayak dan hasil out put dari proses persepsi tersebut (1) berbeda dengan kenyataan sebenarnya dan (2) mempengaruhi sikap membeli (Buying Behavior) yang merugikan khalayak/konsumen. Input atau masukan itu sendiri mungkin dapat diterapkan mengandung kesalahan. Hal yang lebih sulit dan kasus yang lebih umum terjadi adalah saat input atau iklan tersebut tidak secara jelas salah, tetapi prose   s persepsi menimbulkan kesan menipu. Sebuah penolakan mungkin tidak akan melewati saringan perhatian atau pesannya mungkin akan ditafsirkan secara kalah (ministerpreted).
Padahal langkah agar khalayak mendapatkan persepsi seperti yang diinginkan pemasang pesan merupakan proses memerlukan pertimbangan matang. Dalam hal ini perancang pesan harus memperhitungan latar pengalaman (Field of experience) dan kerangka acuan (Frame of reference) khalayak yang perlu diteliti dan dianalisa sebelumnya.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Iklan sangatlah penting bagi perusahaan untuk memperkenalkan produk serta memposisikan produk dimata pelanggan, seorang produsen dalam mempromosikan produknya harus memperhatikan etika dan estetika serta norma-norma yang berlaku dalam melakukan pengiklanan

 5.2. SARAN                           :
Sebaiknya para produsen dalam mempromosikan produknya harus memperhatikan norma-norma, estetika dan etika yang berlaku agar tidak merugikan pihak manapun..


DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Sonny A., Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.
Dokumen Komisi Kepausan bidang Komunikasi Sosial tentang Etika dalam Iklan. Dikutip dari L’Osservatore Romano N. 16, 16 April 1997.
Garrett, Thomas M., SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The Gregoriana Univ. Press, Rome, 1961.