Kamis, 01 Januari 2015

MORALITAS KORUPTOR


Mengapa korupsi bisa terjadi?
Korupsi adalah perbuatan/ tindakan, dimulai dengan adanya niat, kemudian berusaha mencari-cari kesempatan atau sebaliknya dimulai dengan adanya kesempatan dan kesempatan tersebut menimbulkan niat. Dengan adanya niat dan tersedianya kesempatan maka tahapan selanjutnya adalah berpikir seberapa besar resikonya melakukan perbuatan tersebut. Jika merasa mampu menerima resiko maka terjadilah perbuatan korupsi tetapi jika dirasa resikonya besar maka akan menunda bahkan menghindari perbuatan tersebut. Korupsi akan memberikan sejumlah uang dalam waktu yang singkat, nilainya besar bahkan bisa melebihi jumlah gaji selama puluhan tahun bahkan bisa melebihi jumlah gaji selama ratusan tahun.
Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi
1. Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik, bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
2.  Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6.  Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap
8. Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno  bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam  memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain. (indopos.co.id, 27 Sept 2005)

Mengapa korupsi sulit diberantas?
Faktor penyebab korupsi sulit diberantas di Indonesia adalah struktur dari pemerintahan itu sendiri. Jika kita melihat secara internal dari struktur pemerintahan pasti ada kubu-kubu yang akan melakukan koalisi satu-sama lain yang akan menyongsong terjadinya kegiatan korupsi. Hukum di Indonesia yang belum tegas dalam menangani dan mengantisipasi korupsi. Jika kita melihat beberapa kasus di Indonesia mengenai korupsi yang dilakukan olej pejabat-pejabat pemerintahan. Hukuman yang mereka terima tidak setimpal dengan apa yang akan mereka peroleh setelah melakukan korupsi. Dan faktor psikologis dari koruptor itu sendiri. Jika kita memahami kodrat manusia sebagai mahkluk yang serakah dan tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya bahkan setelah menjadi seseorang yang telah mencapai goalnya. Maka dia akan mencari goal yang baru. Hal ini memang baik karena akan memotivasi seseorang, namun terlalu tidak berpuas diri tidak baik karena akan muncul sifat serakah. Dimana manusia itu akan melakukan hal apa pun untuk memperoleh apa yang diinginkannya walau pun mereka tahu itu akan merugikan pihak lain.

Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis ?
Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk (barang / jasa). Selain itu, pengaruh korupsi juga terlihat dari kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing – masing karyawan dalam persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan karena perusahaan – perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akan menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini dipertahankan, bagi sebagian perusahaan yang jujur dan masyarakat akan dirugikan, maka cepat atau lambat akan semakin memperburuk perekonomian di Indonesia serta dapat membentuk kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan harta dan mementingkan diri sendiri.

Pihak yang  bertanggung jawab
            Memberantas korupsi bukan merupakan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semata, tapi merupakan tanggung jawab seluruh elemen bangsa itu sendiri. Peran kita sebagai harapan bangsa selain memberantas korupsi yang ada dalam diri sendiri juga berkewajiban memberantas korupsi yang sudah menjadi mata pencaharian para kelompok-kelompok orang tertentu. Membangun kesadaran mengenai upaya pemberantasan korupsi juga harus dilakukan sejak dini. Penanaman nilai harus dilakukan kepada generasi muda yang notabene merupakan calon penerus jalannya republik ditahun-tahun mendatang.

Sumber:
Maheka, Arya. Mengenali dan Memberantas Korupsi.  Komisi Pemberantasan Korupsi republic Indonesia. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar