PENGARUH
BUDAYA DALAM PERILAKU KONSUMEN
Definisi
Banyak definisi tentang budaya yang dipaparkan oleh para
pakar, diantaranya: Kebudayaan didefinisikan sebagai kompleks simbol dan
barang-barang buatan manusia (artifacts) yang diciptakan oleh masyarakat
tertentu dan diwariskan dari generasi satu ke generasi yang lain sebagai faktor
penentu ( determinants) dan pengatur ( regulator ) perilaku anggotanya
(Setiadi, 2003).
Budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial
dialirkan secara simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari
masyarakat tertentu ( Wallendorf & Reilly, Mowen, 1995).
Budaya (culture) sebagai makna yang dimiliki bersama oleh
(sebagian besar ) masyarakat dalam suatu kelompok sosial ( Peter & Olson,
2000).
Culture is that complex whole that includes knowledge,
belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits
acquired by man as a member of society ( Loudan & Della Bitta, 1993)
Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak dan
simbol bermakna lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran,
dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat ( Angel, Blackwell&
Miniard, 1994).
Beberapa definisi budaya telah dipaparkan namun secara garis
besar menurut Engel, Blacwell & Miniard (1994 ) budaya dapat dibedakan
menjadi Makro budaya ( macroculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan
simbol yang berlaku pada keseluruhan masyarakat, dan Mikro budaya (
microculture/ subculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan simbol dari
kelompok yang lebih terbatas, seperti kelompok agama, etnis tertentu, atau
subbagian dari keseluruhan.
Budaya dapat melengkapi diri seseorang dengan rasa identitas
dan perilaku yang dapat diterima di masyarakat, terutama dapat diketahui dari
sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh budaya. Seperti halnya : pakaian,
penampilan, komunikasi, bahasa, makanan dan kebiasaan makan, hubungan,
kepercayaan, dan lain sebagainya yang seringkali meliputi semua hal yang
konsumen lakukan tanpa sadar memilih karena nilai kultur mereka, adat istiadat
dan ritual mereka telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari.
Sebagai contoh misalnya komponen budaya di masyarakat
Amerika, memiliki sekian nilai yakni : achievement & succes, activity,
efficiency & practicality, progress, material comfort, individualism,
freedom, humanitarianism, youthfulness, fitness and health and external
conformity.
Mitos dan ritual kebudayaan
Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang
mendefinisikan budayanya. Mitos adalah cerita yang berisi elemen simbolis yang
mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya mitos mengenai binatang
yang mempunyai kekuatan ( Lion King ) atau binatang yang cerdik ( Kancil ) yang
dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam semesta. Ada mitos
pewayangan yang dapat diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu
produk, seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga
pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana
menyusun strategi pemasaran tertentu.
Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang
dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan
yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi
penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan
seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan
intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak
pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang lebih menarik. Seringkali
ritual budaya memerlukan benda-bendayang digunakan untuk proses ritual, dan
inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang
tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain.
Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang
untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan
perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual
budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’
untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.
Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari
budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan
mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk
merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk
kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang
yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara
perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan
dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih
artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna
sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan
simbolis.
Budaya dan konsumsi
Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen
membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai
harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat
dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan
produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan
nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng, makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’
atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali produk juga didukung
dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ‘ kristal biru’
pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga memberi simbol
makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film
Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat
sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal
iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk
menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena
konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial
mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan
teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru
dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang
ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih
suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena
kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu
banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang
dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di
Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb.
Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada
nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di
masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan
perilaku apa saja yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma budaya
dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota
kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku
membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan
yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani
dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”.
Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis
mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit
menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama
disebut Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam
implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan
penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu
mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka
mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk,
segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
Beberapa perubahan pemasaran yag dapat mempengaruhi
kebudayaan, seperti :
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan
Strategi Pemasaran dengan Memperhatikan Budaya
Beberapa strategi pemasaran bisa dilakukan berkenaan dengan
pemahaman budaya suatu masyarakat. Dengan memahami budaya suatu masyarakat,
pemasar dapat merencanakan strategi pemasaran pada penciptaan produk,
segmentasi dan promosi.
Tinjauan Sub-Budaya.
Dalam tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks
penilaian seperti:
Afeksi dan Kognisi.
Penilaian Afeksi dan Kognisi merupakan penilaian terhadap
suka atau tidak suka, perasaan emosional yang tindakannya cenderung kearah
berbagai objek atau ide serta kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan atau
aktivitas.
Perilaku.
Perilaku merupakan suatu bentuk kepribadian yang dapat
diartikan bentuk sifat-sifat yang ada pada diri individu, yang ditentukan oleh
faktor internal (motif, IQ, emosi, dan cara berpikir) dan faktor eksternal
(lingkungan fisik, keluarga, masyarakat, sekolah, dan lingkungan alam).
Faktor Lingkungan.
Prinsip teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan lebih berarti
daripada sebagian-bagian. Sedangkan teori lapangan dari Kurt Lewin berpendapat
tentang pentingnya penggunaan dan pemanfaatan lingkungan.
Berdasarkan teori Gestalt dan lapangan bahwa faktor
lingkungan merupakan kekuatan yang sangat berpengaruh pada perilaku konsumen.
Sub-Budaya dan Demografis.
Berdasarkan analisa dari bagian-bagian sub-budaya,
menunjukkan bahwa sebenarnya ada variabel yang terbentuk dari sub-budaya
demografis yang menjelaskan karakteristik suatu populasi dan dikelompokkan
kedalam karakteristik yang sama.
Variabel yang termasuk kedalam demografis, adalah:
Sub Etnis Budaya.
Sub Budaya-agama.
Sub Budaya Geografis dan Regional.
Sub Budaya Usia.
Sub Budaya Jenis Kelamin.
Lintas Budaya ( Cross Cultural Consumer Behavior )
Secara umum kebudayaan harus memiliki tiga karakteristik,
seperti:
Kebudayaan dipelajari, artinya: kebudayaan yang dimiliki
setiap orang diperoleh melalui keanggotaan mereka didalam suatu kelompok yang
menurunkan kebudayaannya dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Kebudayaan bersifat kait-mengkait, artinya : setiap unsur
dalam kebudayaan sangat berkaitan erat satu sama lain, misalnya: unsure agama
berkaitan erat dengan unsure perkawinan, unsur bisnis berkaitan erat dengan
unsur status sosial.
Kebudayaan dibagikan, artinya: prinsip-prinsip serta
kebudayaan menyebar kepada setiap anggota yang lain dalam suatu kelompok.
Mengembangkan ruang lingkup dari nilai-nilai budaya
sangatlah diperlukan karena merupakan aspek penting dalam mengoptimalkan hasil
pemasaran. Adapun yang harus diketahui oleh para pemasar dalam mengembangkan
nilai-nilai kebudayaan suatu negara adalah sebagai berikut.
Kehidupan Material: mengacu pada kehidupan ekonomi, yakni
apa yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh nafkah.
Interaksi Sosial: interaksi sosial membangun aturan-aturan
yang dimainkan seseorang dalam masyarakat, serta pola kekuasaan dan kewajiban
mereka.
Bahasa: bahasa secara harfiah yaitu kata-kata yang
diucapkan, tetapi selain itu sebagai symbol komunikasi dari waktu, ruang,
benda-benda, persahabatan dan kesepakatan.
Estetika: meliputi seni (arts), drama, musik, kesenian
rakyat, dan arsitektur yang terdapat dalam masyarakat.
Nilai dan Sikap: setiap kultur mempunyai seperangkat nilai
dan sikap yang mempengaruhi hamper segenap aspek perilaku manusia dan membawa
keteraturan pada suatu masyarakat/individu-individunya.
Agama dan Kepercayaan: agama mempengaruhi pandangan hidup,
makna dan konsep suatu kebudayaan.
Edukasi: edukasi meliputi proses penerusan keahlian,
gagasan, sikap dan juga pelatihan dalam disiplin tertentu.
Kebiasaan-kebiasaan dan Tata Krama: kebiasaan (customs)
adalah praktek-praktek yang lazim/mapan. Tata Krama (manners) adalah
perilaku-perilaku yang dianggap tepat pada masyarakat tertentu.
Etika dan Moral: pengertian apa yang disebut apa yang benar
dan salah didasarkan pada kebudayaan.
Analisis Lintas Budaya.
Analisis Lintas Budaya adalah perbandingan sistematik dari
berbagai similaritas dan perbedaan dalam aspek-aspek fisik dan perilaku kultur.
Tujuan analisis ini adalah menentukan apakah program
pemasaran, dapat digunakan dalam satu atau lebih pasar asing ataukah harus
dimodifikasi untuk memenuhi kondisi lokal.
Misinterpretasi Penilaian Lintas Kultural.
Terdapat 3 sumber misinterpretasi lintas cultural:
Tirai kultural bawah sadar (subconscious cultural blinders)
adalah tendensi untuk membuat asumsi-asumsi bawah sadar yang berpangkal pada
kultur, menyangkut kejadian-kejadian, orang-orang dan perilaku.
Tidak adanya kesadaran diri kultural (cultural
self-awarness) mengacu kepada tidak adanya kesadaran pemasar terhadap
karakteritik-karakteristik kultural si pemasar itu sendiri.
Similaritas dan kepicikan terproyeksi (projected similarity
and parochialism), mengacu pada tendensi pemasar untuk menganggap orang-orang
dari kultur lain (atau situasi dalam kultur lain) serupa dengan yang
dijumpainya dalam kulturnya sendiri.
Berikut adalah garis besar analisis antar budaya mengenai
tingkah laku konsumen:
Menentukan motivasi yang relevan dalam suatu budaya.
Menentukan karakteristik pada tingkah laku.
Menentukan bidang nilai budaya mana yang relevan dengan
produk ini.
Menentukan bentuk karakteristik dalam membuat keputusan.
Mengevaluasi metode promosi yang cocok dengan budaya
setempat.
Menentukan lembaga yang cocok untuk produk ini menurut
pikiran konsumen.
Bauran Pemasaran Dalam Lintas Budaya.
Beberapa
hal dalam pemasaran internasional yang berkaitan dengan lintas budaya adalah
bagaimana mengorganisasikan perusahaan agar dapat menembus pasar luar negeri,
bagaimana keputusan masuk ke dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan
standarisasi, bagaimana merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi,
bagaimana merencanakan promosi, dan bagaimana menetukan harga produk.
Organisasi Perusahaan.
Terdapat tiga cara dalam menyusun organisasi agar produk
yang dihasilkan mampu menembus sasaran pasar luar negeri. Adapun ketiga cara
cara tersebut adalah:
perusahaan tetap berada di dalam negeri, dan menjual produk
ke luar negeri melalui proses ekspor.
Perusahaan dapat membuat perusahaan patungan dengan pihak
dalam negeri pasar sasaran, disebut juga cara aliansi strategis. Produk di buat
dinegara dimana produk akan dipasarkan.
Dengan mendirikan perusahaan di negara dimana produk akan
dipasarkan dan kepemilikan tidak dibagi
dengan pengusaha dalam negeri.
Rencana Standarisasi.
Perusahaan bermaksud memasarkan produknya diluar negeri
perlu merencanakan standarisasi produk yang dihasilkan. Dalam hal ini, bukan
berarti perusahaan harus membuat standar yang sama untuk setiap negara yang
akan dimasuki, tetapi standar perlu dibuat walaupun tidak sama dengan setiap
negara. Jika perusahaan bermaksud membuat standarisasi, berarti perusahaan
melakukan usaha pemasaran yang bersifat umum dan berlakudi semua negara tujuan.
Perencanaan Distribusi.
Distribusi produk internasional memerlukan jalur yang
panjang. Perusahaan yang ingin menjual produk ke pasar internasional memerlukan
jalur distribusi fisik dan pergerakan produk.
Dimensi kultural sebuah negara membuat metode-metode
distribusi tertentu dapat lebih berhasil dibandingkan dengan yang lain.
Perencanaan Promosi.
Promosi yang dijalankan pada tahapan pasar internasional,
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu promosi global dan promosi lokal.
Alasan melakukan promosi glokal (global dan lokal) adalah
bahwa nama dan merek peruasaan perlu mendunia, tetapi secara lokal merek
perusahaan juga bisa diterima oleh berbagai budaya yang ada. Hal ini didasarkan
pada fakta bahwa disetiap negara terdapat perbedaan yang tidak mungkin bisa
disentuh oleh satu jenis iklan yang dipakai diseluruh pasar luar negeri.
Praktek-praktek promosi khususnya periklanan mungkin yang
paling rentan terhadap kesalahan kultural. Akibatnya iklan itu tidak mencapai
sasaran yang diinginkan.
Penentuan Harga.
Harga atas produk yang tersedia dibayar konsumen tergantung
pada nilai perkiraan dan aktual dari produk tersebut. Nilai barang yang diimpor
dari negara-negara barat misalnya dianggap lebih tinggi di negara-negara sedang
berkembang. Contohnya, orang India memandang bahwa produk-produk impor lebih
unggul dibandingkan dengan yang diproduksi secara lokal. Karena alasan inilah,
maka merek-merek Inggris dan Amerika dijual dengan harga mahal.
Ciri khas budaya suatu bangsa mempunyai pengaruh yang sangat
dalam atas pola gaya hidup dan tingkah laku orang, dan semuanya itu tercermin
pada pasar. Kultur mempengaruhi setiap aspek pemasaran. Perusahaan yang
berorientasi pemasaran hendaknya mendasarkan keputusan-keputusannya pada
perspektif pelanggan.
Suatu kajian kultural untuk keputusan-keputusan pemasaran
internasional dapat dilakukan pada kajian makro dan mikro. Tujuan kajian makro
adalah mengidentifikasi iklim sosiologis umum terhadap bisnis di sebuah negara,
sikapnya terhadap orang asing dan produk baru. Kajian mikro berkenaan dengan
penafsiran dampak kultur terhadap sekelompok orang tertentu didalam sebuah
negara.
Perbedaan budaya memiliki dampak terhadap keputusan
pemasaran yang mempengaruhi produk, harga, distribusi daan promosi. Analisis
Lintas Kultural mengacu kepada perbandingan sistematis berbagai perbedaan dalam
aspek materi dan perilaku kultur. Dalam pemasaran, analisis lintas kultural
digunakan untuk mendapatkan suatu pengertian atas segmen-segmen pasar di dalam
dan di seberang batas-batas nasional.
Sumber;
Engel FJ, Roger D Blakwell, Paul W Miniard ( 1994), Perilaku
Konsumen, Terjemahan, Binarupa Aksara, Jakarta.
Bahan bacaan “An Alternative Consumer Behaviour Theory For
Asia”