Jumat, 03 Januari 2014

TULISAN 12 PERILAKU KONSUMEN

PENGARUH BUDAYA DALAM PERILAKU KONSUMEN

Definisi

Banyak definisi tentang budaya yang dipaparkan oleh para pakar, diantaranya: Kebudayaan didefinisikan sebagai kompleks simbol dan barang-barang buatan manusia (artifacts) yang diciptakan oleh masyarakat tertentu dan diwariskan dari generasi satu ke generasi yang lain sebagai faktor penentu ( determinants) dan pengatur ( regulator ) perilaku anggotanya (Setiadi, 2003).
Budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu ( Wallendorf & Reilly, Mowen, 1995).
Budaya (culture) sebagai makna yang dimiliki bersama oleh (sebagian besar ) masyarakat dalam suatu kelompok sosial ( Peter & Olson, 2000).
Culture is that complex whole that includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society ( Loudan & Della Bitta, 1993)
Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak dan simbol bermakna lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat ( Angel, Blackwell& Miniard, 1994).
Beberapa definisi budaya telah dipaparkan namun secara garis besar menurut Engel, Blacwell & Miniard (1994 ) budaya dapat dibedakan menjadi Makro budaya ( macroculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan simbol yang berlaku pada keseluruhan masyarakat, dan Mikro budaya ( microculture/ subculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan simbol dari kelompok yang lebih terbatas, seperti kelompok agama, etnis tertentu, atau subbagian dari keseluruhan.
Budaya dapat melengkapi diri seseorang dengan rasa identitas dan perilaku yang dapat diterima di masyarakat, terutama dapat diketahui dari sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh budaya. Seperti halnya : pakaian, penampilan, komunikasi, bahasa, makanan dan kebiasaan makan, hubungan, kepercayaan, dan lain sebagainya yang seringkali meliputi semua hal yang konsumen lakukan tanpa sadar memilih karena nilai kultur mereka, adat istiadat dan ritual mereka telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari.
Sebagai contoh misalnya komponen budaya di masyarakat Amerika, memiliki sekian nilai yakni : achievement & succes, activity, efficiency & practicality, progress, material comfort, individualism, freedom, humanitarianism, youthfulness, fitness and health and external conformity.


Mitos dan ritual kebudayaan

Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos adalah cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya mitos mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion King ) atau binatang yang cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk, seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana menyusun strategi pemasaran tertentu.
Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang lebih menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-bendayang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.
Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.


Budaya dan konsumsi               

Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng,   makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ‘ kristal biru’ pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga memberi simbol makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk, segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
Beberapa perubahan pemasaran yag dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan


Strategi Pemasaran dengan Memperhatikan Budaya

Beberapa strategi pemasaran bisa dilakukan berkenaan dengan pemahaman budaya suatu masyarakat. Dengan memahami budaya suatu masyarakat, pemasar dapat merencanakan strategi pemasaran pada penciptaan produk, segmentasi dan promosi.


Tinjauan Sub-Budaya.

Dalam tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks penilaian seperti:
Afeksi dan Kognisi.
Penilaian Afeksi dan Kognisi merupakan penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional yang tindakannya cenderung kearah berbagai objek atau ide serta kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan atau aktivitas.
Perilaku.
Perilaku merupakan suatu bentuk kepribadian yang dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang ada pada diri individu, yang ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi, dan cara berpikir) dan faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga, masyarakat, sekolah, dan lingkungan alam).
Faktor Lingkungan.
Prinsip teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan lebih berarti daripada sebagian-bagian. Sedangkan teori lapangan dari Kurt Lewin berpendapat tentang pentingnya penggunaan dan pemanfaatan lingkungan.
Berdasarkan teori Gestalt dan lapangan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang sangat berpengaruh pada perilaku konsumen.


Sub-Budaya dan Demografis.

Berdasarkan analisa dari bagian-bagian sub-budaya, menunjukkan bahwa sebenarnya ada variabel yang terbentuk dari sub-budaya demografis yang menjelaskan karakteristik suatu populasi dan dikelompokkan kedalam karakteristik yang sama.

Variabel yang termasuk kedalam demografis, adalah:

Sub Etnis Budaya.
Sub Budaya-agama.
Sub Budaya Geografis dan Regional.
Sub Budaya Usia.
Sub Budaya Jenis Kelamin.
Lintas Budaya ( Cross Cultural Consumer Behavior )

Secara umum kebudayaan harus memiliki tiga karakteristik, seperti:

Kebudayaan dipelajari, artinya: kebudayaan yang dimiliki setiap orang diperoleh melalui keanggotaan mereka didalam suatu kelompok yang menurunkan kebudayaannya dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Kebudayaan bersifat kait-mengkait, artinya : setiap unsur dalam kebudayaan sangat berkaitan erat satu sama lain, misalnya: unsure agama berkaitan erat dengan unsure perkawinan, unsur bisnis berkaitan erat dengan unsur status sosial.
Kebudayaan dibagikan, artinya: prinsip-prinsip serta kebudayaan menyebar kepada setiap anggota yang lain dalam suatu kelompok.
Mengembangkan ruang lingkup dari nilai-nilai budaya sangatlah diperlukan karena merupakan aspek penting dalam mengoptimalkan hasil pemasaran. Adapun yang harus diketahui oleh para pemasar dalam mengembangkan nilai-nilai kebudayaan suatu negara adalah sebagai berikut.

Kehidupan Material: mengacu pada kehidupan ekonomi, yakni apa yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh nafkah.
Interaksi Sosial: interaksi sosial membangun aturan-aturan yang dimainkan seseorang dalam masyarakat, serta pola kekuasaan dan kewajiban mereka.
Bahasa: bahasa secara harfiah yaitu kata-kata yang diucapkan, tetapi selain itu sebagai symbol komunikasi dari waktu, ruang, benda-benda, persahabatan dan kesepakatan.
Estetika: meliputi seni (arts), drama, musik, kesenian rakyat, dan arsitektur yang terdapat dalam masyarakat.
Nilai dan Sikap: setiap kultur mempunyai seperangkat nilai dan sikap yang mempengaruhi hamper segenap aspek perilaku manusia dan membawa keteraturan pada suatu masyarakat/individu-individunya.
Agama dan Kepercayaan: agama mempengaruhi pandangan hidup, makna dan konsep suatu kebudayaan.
Edukasi: edukasi meliputi proses penerusan keahlian, gagasan, sikap dan juga pelatihan dalam disiplin tertentu.
Kebiasaan-kebiasaan dan Tata Krama: kebiasaan (customs) adalah praktek-praktek yang lazim/mapan. Tata Krama (manners) adalah perilaku-perilaku yang dianggap tepat pada masyarakat tertentu.
Etika dan Moral: pengertian apa yang disebut apa yang benar dan salah didasarkan pada kebudayaan.


Analisis Lintas Budaya.

Analisis Lintas Budaya adalah perbandingan sistematik dari berbagai similaritas dan perbedaan dalam aspek-aspek fisik dan perilaku kultur.

Tujuan analisis ini adalah menentukan apakah program pemasaran, dapat digunakan dalam satu atau lebih pasar asing ataukah harus dimodifikasi untuk memenuhi kondisi lokal.

Misinterpretasi Penilaian Lintas Kultural.

Terdapat 3 sumber misinterpretasi lintas cultural:

Tirai kultural bawah sadar (subconscious cultural blinders) adalah tendensi untuk membuat asumsi-asumsi bawah sadar yang berpangkal pada kultur, menyangkut kejadian-kejadian, orang-orang dan perilaku.
Tidak adanya kesadaran diri kultural (cultural self-awarness) mengacu kepada tidak adanya kesadaran pemasar terhadap karakteritik-karakteristik kultural si pemasar itu sendiri.
Similaritas dan kepicikan terproyeksi (projected similarity and parochialism), mengacu pada tendensi pemasar untuk menganggap orang-orang dari kultur lain (atau situasi dalam kultur lain) serupa dengan yang dijumpainya dalam kulturnya sendiri.
Berikut adalah garis besar analisis antar budaya mengenai tingkah laku konsumen:

Menentukan motivasi yang relevan dalam suatu budaya.
Menentukan karakteristik pada tingkah laku.
Menentukan bidang nilai budaya mana yang relevan dengan produk ini.
Menentukan bentuk karakteristik dalam membuat keputusan.
Mengevaluasi metode promosi yang cocok dengan budaya setempat.
Menentukan lembaga yang cocok untuk produk ini menurut pikiran konsumen.
                                                 

Bauran Pemasaran Dalam Lintas Budaya.  

            Beberapa hal dalam pemasaran internasional yang berkaitan dengan lintas budaya adalah bagaimana mengorganisasikan perusahaan agar dapat menembus pasar luar negeri, bagaimana keputusan masuk ke dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan standarisasi, bagaimana merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi, bagaimana merencanakan promosi, dan bagaimana menetukan harga produk.

Organisasi Perusahaan.

Terdapat tiga cara dalam menyusun organisasi agar produk yang dihasilkan mampu menembus sasaran pasar luar negeri. Adapun ketiga cara cara tersebut adalah:

perusahaan tetap berada di dalam negeri, dan menjual produk ke luar negeri melalui proses ekspor.
Perusahaan dapat membuat perusahaan patungan dengan pihak dalam negeri pasar sasaran, disebut juga cara aliansi strategis. Produk di buat dinegara dimana produk akan dipasarkan.
Dengan mendirikan perusahaan di negara dimana produk akan dipasarkan  dan kepemilikan tidak dibagi dengan pengusaha dalam negeri.
Rencana Standarisasi.

Perusahaan bermaksud memasarkan produknya diluar negeri perlu merencanakan standarisasi produk yang dihasilkan. Dalam hal ini, bukan berarti perusahaan harus membuat standar yang sama untuk setiap negara yang akan dimasuki, tetapi standar perlu dibuat walaupun tidak sama dengan setiap negara. Jika perusahaan bermaksud membuat standarisasi, berarti perusahaan melakukan usaha pemasaran yang bersifat umum dan berlakudi semua negara tujuan.

Perencanaan Distribusi.

Distribusi produk internasional memerlukan jalur yang panjang. Perusahaan yang ingin menjual produk ke pasar internasional memerlukan jalur distribusi fisik dan pergerakan produk.

Dimensi kultural sebuah negara membuat metode-metode distribusi tertentu dapat lebih berhasil dibandingkan dengan yang lain.

Perencanaan Promosi.

Promosi yang dijalankan pada tahapan pasar internasional, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu promosi global dan promosi lokal.

Alasan melakukan promosi glokal (global dan lokal) adalah bahwa nama dan merek peruasaan perlu mendunia, tetapi secara lokal merek perusahaan juga bisa diterima oleh berbagai budaya yang ada. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa disetiap negara terdapat perbedaan yang tidak mungkin bisa disentuh oleh satu jenis iklan yang dipakai diseluruh pasar luar negeri.

Praktek-praktek promosi khususnya periklanan mungkin yang paling rentan terhadap kesalahan kultural. Akibatnya iklan itu tidak mencapai sasaran yang diinginkan.

Penentuan Harga.

Harga atas produk yang tersedia dibayar konsumen tergantung pada nilai perkiraan dan aktual dari produk tersebut. Nilai barang yang diimpor dari negara-negara barat misalnya dianggap lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang. Contohnya, orang India memandang bahwa produk-produk impor lebih unggul dibandingkan dengan yang diproduksi secara lokal. Karena alasan inilah, maka merek-merek Inggris dan Amerika dijual dengan harga mahal.

Ciri khas budaya suatu bangsa mempunyai pengaruh yang sangat dalam atas pola gaya hidup dan tingkah laku orang, dan semuanya itu tercermin pada pasar. Kultur mempengaruhi setiap aspek pemasaran. Perusahaan yang berorientasi pemasaran hendaknya mendasarkan keputusan-keputusannya pada perspektif pelanggan.

Suatu kajian kultural untuk keputusan-keputusan pemasaran internasional dapat dilakukan pada kajian makro dan mikro. Tujuan kajian makro adalah mengidentifikasi iklim sosiologis umum terhadap bisnis di sebuah negara, sikapnya terhadap orang asing dan produk baru. Kajian mikro berkenaan dengan penafsiran dampak kultur terhadap sekelompok orang tertentu didalam sebuah negara.

Perbedaan budaya memiliki dampak terhadap keputusan pemasaran yang mempengaruhi produk, harga, distribusi daan promosi. Analisis Lintas Kultural mengacu kepada perbandingan sistematis berbagai perbedaan dalam aspek materi dan perilaku kultur. Dalam pemasaran, analisis lintas kultural digunakan untuk mendapatkan suatu pengertian atas segmen-segmen pasar di dalam dan di seberang batas-batas nasional.

Sumber;
Engel FJ, Roger D Blakwell, Paul W Miniard ( 1994), Perilaku Konsumen, Terjemahan, Binarupa Aksara, Jakarta.

Bahan bacaan “An Alternative Consumer Behaviour Theory For Asia”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar